Chapter Text
Luocha setengah duduk bersimpuh di lantai kamar mandi yang dingin. Kepalanya menunduk, sedangkan kedua tangannya menggenggam sisi kloset. Wajah cantiknya nampak pucat. Keringat dingin telah membasahi dahinya, juga mata yang memerah dan berair.
Sejak tadi sudah tiga kali Luocha memuntahkan isi perutnya—dari hidangan makan malam yang ia santap sampai tidak ada apa-apa lagi yang keluar. Tetapi rasa mual dan rasa tak nyaman pada lambungnya tidak kunjung hilang. Bahkan Luocha merasa sudah tidak memiliki tenaga lagi untuk bangun. Tubuhnya lemas tak berdaya.
"Kenapa tidak membangunkanku?"
Sebuah telapak tangan mendarat di punggung Luocha; mengusap dengan gerakan lembut naik turun guna mencoba menenangkan.
Luocha mengerling ke arah Jing Yuan—pria yang tengah berjongkok di sampingnya dan setia membelai lembut punggungnya. Sebelum dirinya dapat mengatakan sesuatu rasa mual kembali menyerangnya, membuat Luocha kembali sibuk memuntahkan isi perutnya yang sudah kosong.
"This is torture." Keluh Luocha sembari menyeka bibirnya yang basah dengan punggung tangan miliknya.
"You have worked hard," Timpal Jing Yuan yang mengulum senyuman tipis. "Masih bisa bangun?"
Tangan Luocha mengibas lemah di udara memberi isyarat ketidak berdayaannya.
Detik berikutnya Jing Yuan mengangkat tubuh Luocha dengan tanpa usaha. Membopongnya kembali ke atas tempat tidur. Dia kemudian mengambil segelas air dan memberikannya pada Luocha.
"Terima kasih." Ujar Luocha sebelum meminumnya.
"Lain kali bangunkan aku," Jing Yuan mengambil gelas yang isinya sisa setengah dari genggaman Luocha, lalu meletakkannya ke atas meja kecil di samping tempat tidur. Tangannya kemudian meraih wajah Luocha, "Lihat, wajahmu bahkan pucat sekali."
"Aku tidak ingin mengganggu tidurmu," Luocha meraih tangan Jing Yuan, menjauhkannya dari wajahnya dengan lembut, "Kamu juga tidak usah khawatir. Hal seperti ini memang biasa dialami semua wanita di trisemester pertama kehamilan... berlaku untukku juga." Luocha sedikit mengernyitkan alis saat mengatakannya. Bagaimana pun juga gendernya masih laki-laki, hanya saja dengan ajaibnya dia kini tengah mengandung.
Di dunia asalnya, Luocha merupakan seorang ahli medis. Bahkan bisa dibilang salah satu dokter paling berbakat di angkatannya. Maka dari itu, saat dihadapkan dengan anomali yang tengah dia hadapi Luocha tidak bisa memungkiri bahwa dirinya tertarik untuk mempelajarinya lebih lanjut.
Berawal dari jiwanya yang entah bagaimana caranya bisa terlampar ke dunia lain. Merasuki tubuh seorang pria yang juga bernama Luocha dengan keadaan fisik yang sama persis. Yang membedakan mereka hanya Luocha yang tubuhnya dia sedang rasuki memiliki kemampuan untuk melahirkan keturunan.
Setelah berhasil mengorek informasi dari Jing Yuan, Luocha kurang lebih tahu bahwa di dunia saat ini dia berada manusia memiliki dua gender. Salah satunya gender normal pada umumnya yang merupakan gabungan kromosom X dan Y. Gender satunya lagi dibagi menjadi alpha, beta dan omega. Saat pertama kali mendengarnya Luocha langsung teringat akan sistem hirarki kawanan serigala. Memang terdengar aneh dan cukup gila.
Bagaimana Luocha bisa mengorek informasi dari Jing Yuan dengan semudah itu, jawaban hampir sulit untuk dipercaya. Tidak jauh berbeda dengan Luocha, jiwa Jing Yuan juga terlampar ke dunia ini. Hanya saja dia seperti terlahir kembali, menjalani kehidupan dari bayi hingga dewasa. Jadi, saat Luocha mengaku tentang identitas aslinya, Jing Yuan tidak menganggapnya sinting dan langsung percaya.
Luocha dari dunia ini merupakan seorang omega. Singkatnya, semua omega dapat melahirkan keturunan, tidak memandang mereka perempuan maupun laki-laki. Juga, para omega ditakdirkan memiliki pasangan alpha mereka sendiri. Untuk kasus Luocha, Jing Yuan lah orangnya.
Seorang pria alpha yang Luocha akui memiliki penampilan di atas rata-rata. Wajahnya tampan dengan bentuk tubuh bak model pria atletis. Selain itu Jing Yuan termasuk kaya dan memiliki jabatan tinggi. Pun tempramennya juga sangat baik dan lembut.
"Tetap saja aku khawatir," Sorot mata Jing Yuan mengatakan semuanya.
Luocha menatap Jing Yuan dengan perasaan yang rumit.
"Luocha mu beruntung memiliki kamu sebagai alphanya. Alas, raganya malah aku curi. Kamu pasti sangat mengkhawatirkannya."
Jing Yuan terlihat sedikit tercengang akan perkataan Luocha. Alih-alih menanggapinya, Jing Yuan justru mengajak Luocha untuk kembali beristirahat karena jam masih menunjukkan pukul dua malam.
Karena Jing Yuan tidak ingin membahasnya, Luocha tidak memaksa. Dia kemudian berbaring dan menarik selimutnya untuk tidur kembali. Saat punggungnya menyentuh empuknya kasur, baru Luocha sadari kalau dirinya memang sangat lelah. Tenaganya hampir terkuras habis karena tidak dapat berhenti muntah.
Sepasang tangan besar menarik tubuh Luocha ke dalam sebuah pelukan saat matanya mulai terpejam. Luocha masih dapat merasakan temperatur tubuh Jing Yuan yang bersentuhan dengan tubuhnya meski tertutup kain pakaian. Aroma kayu cendana yang manis dan sedikit pedas menguar di udara, memberi Luocha rasa aman dan nyaman.
"Tidak peduli itu kamu atau dia, aku tetap akan memperlakukan kalian dengan sebaik mungkin." Bisik Jing Yuan sebelum jatuh terlelap.
Sayangnya bisikan itu malah membuat Luocha kaget dan membuatnya kehilangan rasa kantuk.
—o0o—
Jing Yuan memandang Luocha yang sejak beberapa saat lalu nampak seperti tenggelam dalam pikirannya sendiri. Sarapan miliknya bahkan belum tersentuh sama sekali. Jing Yuan tidak bisa tinggal diam melihatnya. Dia mengulurkan tangan ke depan wajah Luocha, lalu mengibaskan telapak tangannya di udara guna mengambil perhatian Luocha.
Upaya itu pun berhasil, Luocha kini balik menatap ke arah Jing Yuan. Wajahnya menunjukkan tanda tanya. "Ah?"
"Lambungmu tidak enak lagi? Atau mungkin menunya bukan seleramu?"
Luocha berkedip beberapa kali sebelum menangkap maksud dari pertanyaan Jing Yuan. Dia berkata, "Tidak, aku bukan orang yang suka pilih-pilih makanan," matanya menatap ke arah makanan di atas meja, "tapi lambungku memang masih sedikit tidak nyaman." tambahnya.
Jing Yuan meletakkan sumpit di genggamannya, lalu tangannya beralih mengambil semangkuk kecil sup kaldu ayam yang kemudian ia sodorkan ke Luocha. "Setidaknya coba sup ini."
Tidak ingin mengabaikan niat baik Jing Yuan, Luocha menerima mangkuk sup tersebut. Dia lalu mulai meminumnya sesendok demi sesendok. Luocha akui, supnya memang lezat dan lambungnya dapat menerimanya.
"Tidak buruk, kan?"
Luocha mengangguk kecil. Dia lalu mengangkat sedikit pandangannya dan menemukan Jing Yuan tengah tersenyum ke arahnya. Mata emas Jing Yuan yang tajam menatap lembut seolah Luocha adalah benda paling berharga di dunia.
Keduanya lalu kembali melanjutkan sarapan dengan tenang. Sampai selesai Luocha hanya menghabiskan sup kaldu ayam yang diberikan Jing Yuan, selain itu tidak ada makanan lain yang disentuhnya.
"Semalam kamu tidak bisa tidur?" Jing Yuan melipat kedua lengannya di atas meja makan yang sudah dibereskan. Iris berwarna emas Jing Yuan melihat ke arah Luocha seakan menyelidik.
Secara tidak sadar Luocha menyentuh area sekitar matanya, lalu bertanya, "Kelihatan sekali?"
Jing Yuan mengangguk singkat, "Katakan, hal apa yang mengganjal pikiranmu?"
Sejak sarapan tadi Jing Yuan sudah bisa menebak kalau selain permasalahan lambungnya, Luocha juga sedang memikirkan hal lain. Hanya saja Jing Yuan tidak tahu pasti apa itu.
Luocha pikir tidak ada gunanya untuk terus menutupi hal yang mengganjal pikirannya dari Jing Yuan. Dengan berkata jujur dirinya mungkin akan merasa jauh lebih lega.
"Sejujurnya, perkataanmu semalam sedikit menggangguku," aku Luocha, matanya melirik Jing Yuan yang sedikit menaikkan alisnya, "setelah kupikirkan lagi, itu tetap tidak adil untuk Luochamu. Aku merasa seperti jadi perebut suami orang." Jelasnya setengah bercanda.
Tidak ada respon dari Jing Yuan untuk beberapa saat. Sang alpha nampak sedang menimbang kalimat yang akan dia ucapkan. Setidaknya butuh waktu satu menit untuk Jing Yuan membuka suara.
"Jika aku mengatakan ini, dapatkah kamu percaya padaku?"
"Tergantung," Luocha menaikan sedikit pandangannya; matanya dan Jing Yuan saling bertemu. Dia lalu melanjutkan, "tapi bukan berarti aku tidak akan percaya. Katakan saja dulu, baru aku bisa menilai."
"Aku dan Luocha baru mengenal selama tiga bulan,"
Alis Luocha sedikit mengernyit. Pernyataan Jing Yuan tidak dia duga sama sekali. Tapi Luocha masih menahan diri untuk berkomentar apapun.
Jing Yuan menatap lekat mata Luocha sebelum melanjutkan, "Pada dasarnya kami berdua masih asing satu sama lain. Pernikahan kami bukan atas dasar suka sama suka, apalagi cinta. Luocha bahkan selalu bersikap acuh padaku."
"Maksudmu, married by accident?" Tanya Luocha yang akhirnya tak dapat menahan diri. Baru tiga bulan mengenal tapi sudah bisa menghamili. Bukan salah Luocha jika langsung memiliki prasangka ke arah sana.
Jing Yuan tidak tahu harus tertawa atau menangis mendengarnya, "Bukan begitu. Pernikahan kami itu pernikahan politik. Luocha bukan berasal dari planet ini. Dia merupakan putra dari Perdana Menteri planet tetangga yang kasarnya dijadikan sebagai jaminan perdamaian kedua planet."
"Tunggu dulu. Perdamaian antar planet? Skalanya bukan antar negara lagi?" Jujur saja Luocha cukup kaget. Karena di dunia asalnya sampai saat ini hanya bumi lah planet yang baru diketahui memiliki kehidupan.
"Benar. Dunia kita berada saat ini memang benar-benar jauh berbeda dari dunia kita berasal." Jelas Jing Yuan, "maaf, aku lupa memberitahumu."
"Bukan salahmu. Kamu bisa menjelaskannya nanti. Sekarang lanjutkan tentang hubunganmu dan Luocha." Rasanya aneh jika terus menyebut namanya sendiri tapi bukan ditujukan untuk dirinya.
"Intinya, kami menikah, tidak ada peperangan lagi karena kedua planet menyatakan berdamai dan kami hidup bahagia selamanya." Ucap Jing Yuan terdengar sedikit sarkastik.
"Aku masih tidak mengerti," Luocha memegang dagunya dengan raut wajah serius, "kenapa kamu yang menikahi Luocha? Bukan kah seharusnya dia menikahi anak dari pemimpin tertinggi planet ini?"
"Karena pemimpin kami tidak memiliki keturunan," Jing Yuan mengedikkan bahu, "Pada akhirnya salah satu dari lima petinggi di kemiliteran harus mengemban tugas tersebut. Karena keempat orang lainnya sudah berpasangan, mau tak mau aku lah yang dipilih."
Luocha mengangguk mengerti. Kemudian dia teringat dengan janin yang ada di dalam kandungannya. Dia memberi Jing Yuan tatapan menghakimi, "Jika kamu dan Luocha tidak menyukai satu sama lain, bagaimana bisa kamu menghamilinya? Bukankah kamu bilang Luocha selalu bersikap cuek padamu?"
Jing Yuan tersenyum canggung, dia menggaruk sudut bibirnya yang tidak gatal menggunakan jari telunjuk. Dia kemudian menjelaskan secara mendetil pada Luocha, dimulai dari gender kedua mereka dan bagaimana seorang alpha dan omega pada dasarnya akan tertarik satu sama lain secara naluriah. Terlebih lagi jika sang alpha sudah 'menandai' omeganya.
Melakukan hubungan sex merupakan salah satu naluriah mereka yang sulit untuk dihindari jika salah satu maupun kedua belah pihak mengalami 'heat' (omega) maupun 'rut' (alpha). Mereka akan kehilangan akal sehat dan rasional, menjadikan mereka layaknya seperti hewan buas. Dan pada saat itu pula tingkat keberhasilan terjadinya pembuahan sangat tinggi.
"Bisa dibilang, kamu bisa saja melakukannya tanpa konsen?" Luocha memicingkan matanya, "kamu memperko—"
Telapak tangan Jing Yuan segera membekap mulut Luocha, tidak membiarkan Luocha melanjutkan kalimatnya.
"Orang seperti apa aku di matamu?" Tanya Jing Yuan setengah tak berdaya. Dia kemudian menarik kembali telapak tangannya, "Biasanya Luocha memang bersikap acuh padaku. Tapi dia tetap melakukan tugasnya sebagai seorang istri dengan baik. Kami memiliki kesepakatan kami sendiri."
Luocha tidak berkomentar. Dia memilih untuk menyesap rebusan air jahe yang dibuatkan juru masak untuk mengatasi morning sickness.
"Aku sudah menjelaskan semuanya. Kamu seharusnya tidak khawatir lagi, kan?" Tanya Jing Yuan memastikan. Entah bagaimana ada perasaan gugup tak nyaman di hatinya saat Luocha tidak mengatakan apapun dan tetap bersikap tenang.
"Aku mengerti. Entah itu aku maupun dia, tidak ada perbedaannya di matamu. Karena pada dasarnya kita memang sama-sama orang asing," ucap Luocha yang mengulas senyum. Manik peridot miliknya juga tidak menunjukkan perubahan emosi yang signifikan.
Dia kemudian melanjutkan, "Tenang saja, Jenderal. Dengan begini aku bisa lega. Sebelum aku menemukan cara untuk kembali ke duniaku, aku akan berusaha sebaik mungkin menggantikan peran istrimu."
Jing Yuan berkata "Okay." dengan perasaan getir.
—o0o—
Luocha menggunakan punggung tangannya untuk menghalau sinar terik yang menyergapnya saat turun dari starskiff—sebuah kendaraan terbang mirip kapal yang merupakan alat transpotasi di Xianzhou. Sebuah teknologi yang jauh lebih maju dibandingkan dengan dunia asalnya.
Beruntung Luocha tidak mabuk kendaraan meski baru pertama kali menaikinya. Ingatan motorik tubuhnya bisa jadi yang memiliki andil besar.
Pandangan Luocha tidak langsung mengembara ke sekitarnya, justru matanya malah tertuju pada kulitnya yang pucat nyaris transparent. Entah sudah berapa lama tubuhnya ini tidak terkena cahaya luar. Bahkan dia mulai merasa permukaan kulitnya seperti terbakar.
Beruntung Jing Yuan datang menyelamatkan hari dengan memberinya naungan sebuah payung kertas minyak berwarna merah tua.
"Kapan terakhir kali kamu mengajak aku keluar?" Tanya Luocha yang menekankan kata aku. Kepalanya sedikit mendongak untuk menatap wajah Jing Yuan yang memiliki postur tubuh lebih tinggi.
Jing Yuan mengingat-ingat, lalu berkata, "Dua bulan yang lalu saat kita memastikan kehamilanmu."
Sudah Luocha duga. Pantas saja kulitnya sangat sensitif terhadap cahaya luar.
"Jangan salah paham. Aku tidak pernah memberi larangan untuk pergi keluar. Kamu yang memilih untuk tetap tinggal di dalam rumah. Kamu bahkan selalu menolak ajakanku." Jing Yuan menegaskan.
Luocha tertawa kecil, merasa lucu melihat Jing Yuan berusaha untuk tidak membuatnya salah paham. "Aku mengerti. Kedepannya aku akan berusaha untuk tidak menolak ajakanmu."
Jing Yuan meraih pinggul Luocha, menyingkirkan jarak di antara mereka. "Mari, kuajak kamu berkeliling." Katanya seraya memandu Luocha untuk mulai berjalan. Sebelah tangan Jing Yuan masih setia memegangi payung kertas minyak untuk melindungi Luocha dari paparan sinar.
Terhitung sudah satu minggu sejak Luocha bertransmigrasi dan ini kali pertama Luocha melihat dengan jelas seperti apa dunia yang dia datangi.
Kesan pertama Luocha mengenai dunianya saat ini adalah mirip dengan penggambaran kota di film fiksi bertema Sci-Fi. Di mana teknologi sudah sangat maju dan penggunaan robot bisa dilihat dimana-mana.
"Aku penasaran, apa kalian juga memiliki robot yang bisa dikendarai?" Tanya Luocha guna mengobati rasa penasaran.
Jing Yuan tertawa. Tangannya yang sejak tadi melingkar di pinggul Luocha kini beralih menggenggam tangan sang omega seakan tindakannya tersebut adalah hal paling wajar sedunia. "Ikut aku." Katanya seraya berjalan menuntun Luocha.
.
Luocha menggenggam payung kertas minyak yang sudah ditutup menggunakan kedua tangannya. Matanya tidak lepas memandang Jing Yuan yang saat ini sedang menekan rangkaian tombol untuk membuka sistem pengaman sebuah pintu metalik berbentuk hexagon.
Setelah terdengar bunyi "klik", pintu tersebut terbuka dengan sendirinya secara otomatis. Jing Yuan kembali meraih tangan Luocha dan menuntunnya masuk ke dalam.
Pemandangan yang Luocha lihat pertama kali masuk adalah seperti ruangan penelitian. Beberapa orang mengenakan jubah putih dengan papan jalan di tangan. Ada yang sibuk memperhatikan monitor, maupun berdiskusi satu sama lain. Selain itu ada pula orang-orang yang mengenakan seperti seragam khusus seperti seragam pilot mecha di film yang pernah Luocha lihat di bioskop.
Seorang wanita cantik berambut coklat yang juga memiliki telinga hewan berjalan menghampiri Luocha dan Jing Yuan. Jubah putihnya sangat kontras dengan dress coklat beraksen putih merah yang dikenakannya. Iris mata yang juga memiliki warna peridot itu menunjukkan tatapan ramah.
"Jenderal." Sapa wanita tersebut dengan nada sopan. Matanya menatap ke arah Jing Yuan dan Luocha secara bergantian. Setelah itu fokus pada Jing Yuan saja. "Bukankah hari ini anda sedang libur?"
"Tingyun," Jing Yuan menyunggingkan senyuman ramah. Tangannya kembali meraih pinggul Luocha dan menariknya untuk lebih mendekat. "Anak kami ingin melihat robot raksasa."
Luocha seketika mendongak untuk menatap Jing Yuan. Kedua mata mereka saling bertemu. Luocha tidak tahu harus menangis atau tertawa karena dengan tidak tahu malunya Jing Yuan menggunakan alasan bahwa Luocha sedang ngidam ingin melihat robot raksasa.
"Saya mengerti," Suara Ting Yun menyita kembali perhatian Luocha. "Apakah kalian butuh ditemani? Saya bisa meminta Yueyan untuk memandu kalian." Tawar Tingyun ramah.
Tapi tawaran tersebut ditolak oleh Jing Yuan dan Tingyun tidak memaksa. Setelah berpamitan pada Tingyun, Jing Yuan membawa Luocha menaiki sebuah lift menuju ruangan bawah tanah tempat mecha disimpan.
"Padahal kamu tidak perlu sampai membawaku ke sini," Luocha memperhatikan dinding abu-abu metalik di sekeliling mereka dari balik kaca bening seraya lift bergerak turun. "Aku kan cuma sekedar bertanya."
"Aku tahu," Jing Yuan mengeratkan dekapannya pada pinggul Luocha, lalu mengecup pucuk kepala sang omega. "Tetap saja aku ingin menunjukannya padamu."
Setelah kurang dari satu menit lift pun berhenti dan membuka secara otomatis. Jing Yuan menuntun Luocha untuk segera keluar.
Puluhan robot raksasa berjejer di sisi kira dan kanan. Beberapa orang yang bekerja sebagai teknisi terlihat sibuk, tetapi suasana di dalam sana lebih hidup daripada di atas tadi.
"Bagaimana? Terlihat seperti di film, bukan?" Tanya Jing Yuan yang matanya mengerling ke arah jejeran mecha di hadapan mereka.
Luocha mengangguk setuju. Dia lalu bertanya, "Kamu bisa mengendarainya?"
Jing Yuan memandu Luocha untuk bergerak maju. Dia tersenyum dan berkata, "Tentu saja. Kamu pikir jika dua planet berperang, pertarungannya terjadi di mana kalau bukan di luar angkasa?"
"Masuk akal." Luocha menyetujui.
Keduanya berjalan sampai ke area yang lebih sepi. Berbeda dengan ruangan yang dipenuhi mecha sebelumnya, di ruangan kali ini hanya terlihat lima mecha yang memiliki desain unik masing-masing.
Jing Yuan terus membimbing Luocha hingga mereka berhenti di depan salah satu mecha yang desainnya kental akan singa. Dengan bangga Jing Yuan berkata, "Perkenalkan, kekasihku Mimi."
Luocha memperhatikan badan robot raksasa itu dari ujung kaki hingga ujung kepala. Semakin diperhatikan, mecha tersebut memang cocok sekali dengan Jing Yuan.
Jing Yuan kemudia mengajak Luocha menaiki lift terbuka untuk bisa mencapai kokpit Mimi. Lalu mengajak Luocha masuk dan membuat Luocha duduk di pangkuannya.
"Kamu orang pertama, selain teknisi yang kuuzinkan untuk duduk di kokpit Mimi." Kata Jing Yuan tepat di telinga Luocha. Kedua lengannya melingkar di pinggul ramping sang omega. Sedangkan kepalanya ia posisikan di atas bahu Luocha.
Aroma bunga lily yang berasal dari gland Luocha menyambut indera penciuman Jing Yuan. Dia tidak pernah merasa puas dengan aroma tersebut meski telah menciumnya sampai mabuk.
"Suatu kehormatan bagiku kalau begitu, Jenderal."Ucap Luocha diiringi tawa kecil.
Setelah selama setidaknya lima belas menit berada di dalam kokpit, keduanya memutuskan menyudahi sesi kunjungan mereka karena tiba-tiba saja Luocha merasa tidan enak badan.
Seperti biasa bayi kecil mereka kembali berulah. Memaksa Luocha segera berlari menemukan toilet terdekat untuk mungeluarkan seluruh isi perutnya hingga lemas tak berdaya.
Pada akhirnya Luocha kembali ke ruang kontrol dengan cara dibopong oleh Jing Yuan. Tanpa mengurangi rasa malu, Luocha memutuskan untuk menyembunyikan wajahnya di antara dada Jing Yuan dan lengannya yang melingkar ke leher Jing Yuan dan berpura-pura tidur.
Selama perjalanan melewati koridor panjang menuju pintu utama, setidaknya ada belasan orang yang berpapasan dengan mereka dan bertegur sapa dengan Jing Yuan.
Ada pula yang cukup lama menahan Jing Yuan adalah dua orang pria yang tak kalah rupawan dari Jing Yuan. Salah satunya bertubuh lebih tinggi beberapa centi dari Jing Yuan dengan rambut gelap dan memiliki aura menacing. Sedangkan yang bertubuh jauh lebih pendek terlihat lebih ramah.
Dari percakapan yang tidak sengaja Luocha dengarkan, nama mereka adalah Ren dan Dan Heng. Sepertinya salah dua dari lima petinggi seperti Jing Yuan.
"Sampai kapan kamu mau tetap berpura-pura tidur?" Tanya Jing Yuan saat mereka berpisah dari Ren dan Danheng.
Karena sandiwaranya terbongkar, Luocha membuka matanya, lalu mengeluarkan wajah yang sejak tadi dia sembunyikan untuk menatap Jing Yuan.
"Jenderal Jing Yuan terlalu terkenal. Saya tidak biasa menjadi sorotan orang banyak." Goda Luocha yang berhasil membuat Jing Yuan tertawa.
"Sebenarnya aku ingin membawamu bertemu seorang kawan. Sayangnya kondisimu tidak memungkinkan." Ungkap Jing Yuan.
"Kawan?"
Jing Yuan mengangguk, "Lain kali aku akan membawamu menemuinya. Karena kurasa dia bisa membantumu."
Membantu yang dimaksud Jing Yuan besar kemungkinan berhubungan dengan masalah jiwa Luocha yang terlempar ke dunia ini. Tentu Luocha sangat ingin segera bertemu dengan orang tersebut.
Akan tetapi rasa mual dan pusing yang dia rasakan mengalahkan keinginnya itu. Saat ini yang Luocha butuhkan adalah kasur empuk di rumah.