Actions

Work Header

10 Minutes Challenge

Summary:

[IchiSama] "Samatoki, apa kau percaya kalau seseorang bisa orgasme hanya dengan rangsangan di puting mereka?"

What the hell. Pertanyaan macam apa itu?! Samatoki mendadak ingin menjambak rambut Ichiro sampai botak.

Notes:

dipersembahkan untuk yoru dan siapa pun yang kangen ichisama, selamat membaca! :3<3

Work Text:

Samatoki mendapati sebuah kotak berisi paket berlabel nama "Yamada Ichiro" tergeletak di depan pintu rumahnya.

Ia sudah hafal di luar kepala tentang barang apa saja yang kemungkinan dipesan oleh kekasihnya yang nyerempet wibu itu—mungkin action figure, manga, merchandise official dari anime dan game kesukaannya, atau doujinshi 18+ yang terkadang luput dari pengawasan Samatoki. Jelas, Samatoki akan mengamuk dengan senang hati jika Ichiro ketahuan membeli sepaket komik mesum yang (katanya) akan ia jadikan sebagai referensi dalam mencari posisi seks terbaik yang akan mereka praktikkan.

Mungkin ia sedang lengah atau Ichiro sudah terlalu handal, terhitung sudah tiga kali Samatoki kecolongan karena kekasihnya itu berhasil menyelundupkan beberapa seri doujinshi 18+ ke dalam rumah dan melakukan uji coba gaya bercinta yang telah ia pelajari sebelumnya. Entahlah, Samatoki hanya bisa berharap kalau Ichiro menghentikan hobinya yang sangat tidak senonoh itu, atau ia berjanji akan membakar habis seluruh koleksi mesum Ichiro suatu hari nanti.

Namun sayang, seribu sayang. Harapan lelaki itu kini hanya sebatas angan ketika Ichiro, dengan cengiran bodohnya, berdiri di hadapan Samatoki sambil membuka halaman komik mesum—tuh, kan! Benar apa yang Samatoki duga sebelumnya!—yang baru saja ia buka sembari bertanya, "Samatoki, apa kau percaya kalau seseorang bisa orgasme hanya dengan rangsangan di puting mereka?"

Kalau tidak segera menelan kopinya, Samatoki yakin cairan pekat itu akan menyembur dengan indah menghujani Ichiro, yang masih tersenyum bodoh, berikut halaman komik yang menampilkan adegan mesum berupa raut keenakan seorang gadis ketika putingnya sedang dimainkan oleh seseorang. What the hell. Pertanyaan macam apa itu?! Samatoki mendadak ingin menjambak rambut Ichiro sampai botak.

"Kau ini bicara apa, sialan?" Samatoki spontan menghardik, jarinya menunjuk-nunjuk halaman komik yang ditampilkan Ichiro dengan tidak santai, "pertanyaan bodoh, cengiran bodoh, dan yang kau tunjuk itu seorang gadis, bodoh! Apa kau bermaksud menyamakannya denganku, hah?"

"Dia bukan gadis biasa, tahu! Ini oshi dari anime kesukaanku, namanya—"

"AKU GAK NANYA."

"Oke, maaf." Ichiro menghela nafas ketika Samatoki justru meninggikan volume suara. Sepasang iris berbeda warnanya lekat menatap Samatoki yang kini melipat kedua tangan di dada sembari membuang muka, bibir tipisnya yang memberengut mengabsen deretan umpatan kasar bernada rendah yang jelas ditujukan pada Ichiro. Alih-alih merasa terintimidasi, Ichiro jadi gemas sendiri. Ingin segera menerjang dan langsung menelanjangi, tapi tidak jadi daripada koleksinya sungguhan dibakar sesuai ancaman kosong Samatoki, "tapi serius, aku penasaran. Kau tidak mau mencobanya? Denganku? Kau belum pernah dibuat orgasme hanya dengan rangsangan di satu titik, 'kan?"

Samatoki melirik ketika nada suara yang digunakan Ichiro terdengar seperti memohon. Persis seperti dugaan, sepasang mata bulat Ichiro menatapnya penuh harap. Samatoki benci karena ia lemah dengan Ichiro dan mode menggemaskannya, sekaligus benci karena sudah tak terhitung lagi berapa kali ia mengalah dan jatuh dalam jebakan maut kekasihnya itu. Samatoki dan hatinya yang lembut itu lemah terhadap hal-hal lucu, dan Ichiro jadi bertingkah kurang ajar dengan mencari kesempatan dalam kesempitan.

"Samatoki?" Samatoki ingin berteriak ketika Ichiro kembali memanggilnya. Ia bersumpah kalau secara ajaib muncul sepasang telinga anjing imajiner yang menunduk lesu di atas kepala kekasihnya yang masih memelas, "ku mohon?"

"Sepuluh menit," dan Samatoki mengejutkan dirinya sendiri ketika memberi keputusan secara final, "kuberi waktu sepuluh menit untuk membuktikannya, dan jika percobaan bodohmu itu tidak berhasil, aku akan membakar semua koleksimu tanpa terkecuali."

"Deal!" Bagai mendapat jackpot, Ichiro bersorak riang. Terlalu riang bahkan, sampai komik mesumnya itu dilempar entah ke mana untuk menerjang Samatoki yang masih duduk di sofa ruang bersantai. Samatoki tidak menolak ketika Ichiro memindahkan posisinya ke atas pangkuan, bola matanya berotasi malas melihat sepasang iris kekasihnya berbinar-binar dengan begitu menggemaskan. Kecupan ringan dicuri Ichiro dari bibirnya, dan lelaki yang usianya beberapa tahun lebih muda dari Samatoki itu tersenyum kecil, "santai saja, mukamu tidak usah sampai tegang begitu."

Samatoki mengernyit, "bukannya penismu yang tegang?"

"Tidak, oh, maksudku belum. Aku belum ereksi. Makanya pantatmu itu jangan dudukin penisku, dong—"

"ICHIRO."

"Maaf!" Ichiro tergelak, dan ia kecup lagi bibir Samatoki dengan gemas. Tidak berminat untuk memancing emosi kekasihnya lebih jauh lagi, atau Samatoki akan mengamuk dan mendepaknya secara tidak elit dari rumah.

Satu tangannya terangkat, mengusap tengkuk Samatoki yang sedikit berjengit menerima sentuhannya, lalu mendorong lembut tubuh lelaki itu supaya membungkuk dan menyatukan lagi bibir mereka. Kali ini lebih intens, karena Ichiro langsung bergerak melumat bibir Samatoki yang dengan senang hati mengimbangi permainannya. Ichiro tersenyum dalam ciuman ketika merasakan kedua tangan Samatoki melingkari lehernya, jemarinya menelusup di antara helaian perak sang kekasih karena ia tahu Samatoki suka rambutnya diremat ketika mereka sedang berciuman. Sepertinya Samatoki belum merokok hari ini. Meski rasanya sudah agak pudar, bibir pacarnya itu masih semanis buah stroberi khas pelembab bibir yang sering ia gunakan.

"Mm, Ichiro." Samatoki melenguh pelan ketika tangan nakal Ichiro yang tidak mau diam mulai meraba tubuhnya. Dadanya diraba, putingnya dipilin oleh jemari panjang Ichiro dari luar kemeja. Tidak ingin menyia-nyiakan suara desahan Samatoki yang indah, Ichiro menarik mundur kepalanya dan memutus ciuman mereka secara sepihak. Kulit Samatoki yang putih kontras dengan rona merah yang menjalar di pipinya, dan Ichiro jahil mencubit putingnya. Samatoki tersentak, suaranya jadi terdengar seperti merengek, "Ichirooo."

"Sabar, sayang." Ichiro terkekeh, terhibur. Punggungnya mundur bersandar pada sofa, kepalanya mendongak menatap Samatoki yang tampak frustasi di atas pangkuannya. Kedua puting Samatoki mencuat menggesek kemeja, kekasihnya itu whiny ketika sedang bercinta karena tubuhnya sensitif, dan Ichiro harus berbangga diri karena hanya ia yang dapat membuat Samatoki tunduk dan bertekuk lutut di bawahnya. Rambut Samatoki yang masih ia remat dilepasnya, kedua tangannya kini hanya berfokus pada satu titik, yaitu puting Samatoki untuk menuntaskan rasa penasarannya; benarkah seseorang bisa orgasme hanya dengan rangsangan di puting mereka?

Samatoki kembali merengek, dadanya membusung ketika Ichiro menjamah kedua putingnya secara bersamaan. Dipilin, dicubit, lalu digosok dengan ibu jari. Ichiro terkekeh mendapati remasan yang diberikan oleh Samatoki di bahunya, tangan kekasihnya itu sedikit bergetar, "kenapa? Bajunya mau dilepas?"

Samatoki mengangguk, dan Ichiro menyeringai. Alih-alih menurut, ia menarik tubuh Samatoki mendekat sampai dadanya bersentuhan dengan mulut Ichiro. Lidah Ichiro terjulur, menjilat puting Samatoki sementara kedua matanya melirik ke atas, fokus menatap raut pacarnya yang mendongak sambil mendesah keenakan. Peluh mulai membanjiri pelipis dan dahinya, matanya terpejam rapat sementara mulutnya terbuka untuk melantunkan desah. Samatoki tidak malu untuk bersuara ketika mereka bercinta dan Ichiro suka itu.

"Aah, Ichiro." Samatoki mengerang, sedikit protes ketika Ichiro mengulum putingnya dari luar kemeja dan meninggalkan jejak basah yang tidak ia inginkan. Pinggulnya menyentak, bergerak tidak nyaman di atas pangkuan Ichiro ketika jemari panjang lelaki itu kembali memanjakan putingnya yang tidak terjamah. Mendapat rangsangan beruntun seperti itu, Samatoki rasanya ingin meledak dan penisnya yang mulai mengeras sama sekali tidak membantu, "Ichiro, lepas. Hnggh! Lepas bajunya."

"Rewel." Ichiro terkekeh, jemarinya yang semula memainkan puting Samatoki bergerak melepas satu persatu kancing kemeja pacarnya yang tidak pernah digunakan dengan sempurna. Bibirnya mengecupi sepanjang bahu dan leher Samatoki sembari menurunkan kemeja itu dari tubuh kekasihnya, lalu dilemparnya ke sembarang arah karena tahu ia tidak akan dimarahi. Ichiro menjilat bibir ketika Samatoki yang setengah telanjang tersaji secara cuma-cuma di hadapannya, dadanya naik turun dengan sepasang puting merah muda yang mencuat.

Cantik sekali.

Ichiro mendekat, mengecup lembut puting Samatoki secara bergantian dan lelaki itu mengerang kesenangan, "Samatoki, kau cantik sekali."

Wajah Samatoki sungguhan memadam ketika dipuji. Mulut dan jemari Ichiro kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda, mengulum dan memainkan kedua puting Samatoki secara bersamaan. Ichiro selalu handal memanjakannya ketika mereka bercinta dan Samatoki menyukainya. Kedua tangannya terulur, meraih dan meremas rambut hitam Ichiro sebagai pelampiasan rasa nikmat. Pinggulnya tidak mau diam, bergerak maju dan mundur dan ia sedikit terkejut ketika pantatnya yang masih terbalut celana jins ketat menggesek penis Ichiro yang mengeras dari balik kain celana. Samatoki menggigit bibir, tubuhnya terus menggesekkan pantatnya dengan ereksi Ichiro yang semakin mengeras.

"Heh. Nakal sekali." Samatoki terkesiap ketika Ichiro menampar pantatnya secara tiba-tiba. Kedua tangan lelaki itu menggantikan mulutnya dengan kembali memainkan puting Samatoki secara bersamaan, kali ini lebih keras karena suara desahan kekasihnya jadi terdengar lebih tidak karuan. Ichiro tersenyum, puas melihat Samatoki yang tampak kewalahan menerima sentuhannya. Ia kecup lagi Samatoki dan berbisik di depan bibirnya, "enak, hm? Enak, sayang?"

Samatoki tidak bisa menjawab. Ia hanya mengangguk, pinggulnya terus bergerak memberikan dry humping pada penis Ichiro. Milik pacarnya itu besar dan keras dan tubuh Samatoki menghentak, menekan-menekan pantatnya pada gundukan di tengah celana Ichiro dengan tidak sabaran, "Ichiro, mau. Ahh, mauuu."

"Sabar sedikit, kau 'kan masih belum keluar." Tegur Ichiro dengan nada menggoda, kedua tangannya mencubit puting Samatoki dan lelaki itu nyaris berteriak. Sepasang ibu jari dan telunjuknya terus memanjakan puting Samatoki tanpa henti dengan memilin, mengusap, mencubit, dan terkadang meremas dadanya. Sebenarnya penis Ichiro juga sudah ngilu tergesek kain celana, namun ia tidak ingin 'percobaan'nya membuat Samatoki orgasme hanya dengan sentuhan di puting gagal begitu saja. Poin minus karena kekasihnya ini tidak mau diam karena terus menggesek pantat dengan penisnya, jadi mungkin Ichiro harus mengulang percobaan ini secara ekstra di lain waktu, sambil mengikat tangan Samatoki misalnya.

Terlalu kinky dan Ichiro jadi ingin menampar dirinya sendiri, tapi tidak jadi karena Samatoki akan dengan senang hati menamparnya lebih dulu jika sungguhan menyampaikan ide tak senonoh itu.

"Kecil." Samatoki mengerjap ketika sadar panggilan itu ditujukan Ichiro untuknya. Sepasang iris sewarna rubi yang berkabut oleh nafsu itu perlahan terbuka, dan raut Ichiro yang menatapnya penuh puja menjadi hal pertama yang ia lihat. Belum sempat bicara, Ichiro lebih dulu mencubit putingnya dan Samatoki kembali melenguh dengan kepala mendongak. Mendapati pemandangan itu, Ichiro terkekeh. Terlalu menikmati sisi vulnerable dari kekasihnya dan lelaki itu menyempatkan diri untuk mengecup bibir Samatoki sebelum melanjutkan, "Samatoki cantik dan kecil sekali."

Jika keadaannya tidak seperti ini, Samatoki tentu akan menolak keras. Meskipun selisih tinggi badan mereka hanya terpaut satu sentimeter, ia masih tetap lebih tinggi dari Ichiro. Akan tetapi, di sisi lain, Samatoki juga tidak bisa mengelak bahwa ia suka merasa kecil jika berada di samping Ichiro. Entah karena perbedaan mereka secara fisik, atau aura Ichiro yang terkadang terasa mengintimidasi membuatnya ciut hingga menyerahkan diri tanpa perlawanan.

Berbeda dengan Samatoki yang kurus, tubuh Ichiro jauh lebih besar dan penuh lekuk otot karena kekasihnya itu lebih sering berolahraga dibanding dirinya. Kedua lengan Ichiro yang kokoh selalu sigap menggendong Samatoki jika sedang malas berjalan, telapak tangan besarnya yang tidak pernah absen merangkul dan terkadang iseng meremas pinggang ramping Samatoki ketika sedang pergi berdua, pahanya yang selalu kuat memangku Samatoki ketika sedang bermanja, dan Samatoki merasa cairan mani dari penisnya yang kini terasa ngilu mulai sedikit demi sedikit membasahi celana jinsnya.

"Kecil." Ichiro berbisik lagi, suaranya terdengar lebih berat dan hembusan nafasnya yang panas menerpa wajah Samatoki. Samatoki mendesah semakin keras, dadanya membusung lebih tinggi ketika Ichiro semakin gencar memainkan putingnya, ibu jarinya memberikan gerakan memutar sebelum akhirnya kembali dipilin. Bagai dialiri arus listrik, tubuh Samatoki bergetar ekstasi dan Ichiro menjilat bibirnya yang terbuka, "kecil. Kecilnya Ichiro." Ulangnya, "kecilnya siapa?"

"Ichiro." Samatoki berusaha menjawab di sela desahan dan erangannya. Pinggulnya masih bergerak untuk menggesek dan menekan-nekan penis Ichiro, berusaha keras mencapai pelepasan hingga sebuah desakan yang terasa melilit muncul di bawah perutnya, "kecilnya Ichiro, cantiknya Ichiro, ah! Ichiro, aku mau, mau—AAHH!"

Samatoki sungguhan mencapai puncak ketika Ichiro memberikan cubitan terakhir di putingnya. Cairan orgasmenya menyembur membasahi kain celana, dan tubuhnya yang melemas ambruk ke atas dada Ichiro. Ichiro spontan tergelak, merasa begitu puas ketika menyadari bahwa percobaannya terbukti jika Samatoki sungguhan bisa orgasme hanya dengan rangsangan di putingnya. Telapak besar Ichiro mengusap lembut rambut kekasihnya yang basah akibat keringat, Samatoki yang membenamkan wajah di ceruk lehernya dibiarkan untuk mencari rasa nyaman. Nafas Samatoki masih menderu, dan penis Ichiro yang masih keras makin ngilu ingin segera diperhatikan.

"Ternyata benar, 'kan? Seseorang bisa orgasme hanya dengan rangsangan di puting mereka—aduh!" Ichiro makin tergelak ketika Samatoki menggigit lehernya. Tidak sakit, karena ia tahu tubuh kekasihnya itu masih lemas. Jadi, didekapnya tubuh Samatoki yang setengah telanjang sambil mengecupi pucuk kepalanya penuh sayang, "hanya butuh waktu tujuh menit untuk membuatmu orgasme, loh! Omong-omong, Samatoki, kau harus melihat wajahmu sendiri di cermin saat orgasme tadi, tahu. Menawan dan cantik sekali."

"Diam, dasar kau mulut buaya." Samatoki menggerutu kesal. Sudah selama itu, dan mereka hanya menghabiskan waktu sepanjang tujuh menit? Yang benar saja! Ichiro pasti sedang bercanda. Tapi, Samatoki sudah tidak mau peduli. Niat hati masih ingin bermanja-manja di dekapan Ichiro, namun lelaki itu justru mengangkatnya dalam gendongan. Samatoki mengernyit bingung, kedua kakinya spontan melingkari pinggul Ichiro sementara kepalanya ditarik menjauh dari ceruk leher kekasihnya untuk meminta penjelasan, "mau ke mana?"

Ichiro tidak menjawab. Ia masih terus berjalan sampai ke suatu tempat yang Samatoki yakini ia hafal di luar kepala, dan benar seperti dugaannya, Ichiro menurunkannya di kamar tidur. Lebih tepatnya, di depan sebuah cermin besar yang memantulkan refleksi tubuh mereka ketika Samatoki dibalik memunggunginya. Samatoki membuka mulut, hampir melayangkan protes, namun segera mengurungkan niat karena Ichiro lebih dulu memeluknya dari belakang. Satu tangan Ichiro bergerak melepas kancing dan celana jins Samatoki, bibir Ichiro lembut mengecupi tengkuk lehernya, dan penis Ichiro yang masih keras menekan belahan pantatnya hingga rasanya Samatoki ingin kabur saja.

"Tapi aku akan segera mewujudkannya." Ujar Ichiro, santai. Dalam pandangan Samatoki, Ichiro tampak seperti serigala kelaparan ketika menurunkan celana jinsnya dan mata mereka bertemu di cermin, "siap untuk mendesahkan namaku lebih banyak lagi, Samatoki?"

Ingatkan Samatoki untuk sungguhan membakar seluruh koleksi mesum Ichiro nantinya. []