Chapter Text
Sebuah lorong kereta.
Lee Haechan mendadak berdiri kaku di ujung gerbong. Ragu langkah kakinya memasuki ruangan di depannya. Saat ini Lee Haechan sedang berada di dalam Hogwarts Express, kereta yang sudah melaju sekitar lima belas menit yang lalu, tetapi Lee Haechan belum juga menemukan bilik kosong di dalamnya.
Ini adalah tahun pertamanya di sekolah. Bagi manusia penyendiri seperti dia, punya teman satu saja sudah syukur. Tapi, sayang sekali, Na Jaemin, teman satu-satunya itu, tidak bisa berangkat di hari yang sama. Katanya ada urusan keluarga. Haechan tidak terlalu mengerti tetapi akhir-akhir ini, sebelum masa sekolah mulai, keluarga Greengrass sering berkunjung ke rumah Jaemin. Entah untuk apa keluarga pure-blood itu datang berkunjung.
Menggelengkan kepala, Haechan memutuskan untuk mencari lagi bilik kosong. Ia berdoa dalam hati semoga ada bilik yang kosong, karena ia kurang yakin kalau ada orang yang mau mengajak orang penyendiri dan pemalu sepertinya ke bilik mereka.
"Hei, kau anak kelas satu?"
Haechan mendongak. Tatapannya yang sedari tadi hanya berupa lantai gerbong dan jendela bilik terpaksa mengarah ke sesosok laki-laki berjubah hitam dengan garis dan dasi merah yang khas. 'Gryffindor', ujar Haechan dalam hati.
"Haloo? Kulihat kau belum mendapat tempat duduk. Bagaimana jika bergabung dengan kami?" Laki-laki itu kembali bertanya, membuat Haechan sadar dia terlalu lama berpikir.
"B-boleh," Haechan mengangguk beberapa kali, "jika kau tidak keberatan."
"Tentu tidak."
Bilik itu baru berisi dua orang ketika kepala Haechan melongok dari pintu—termasuk laki-laki jangkung yang tadi menawari Haechan. Ada satu laki-laki lain disana. Perawakannya lebih pendek tetapi tatapan matanya lebih tajam.
"Siapa dia?" tanya laki-laki bermata tajam pada lelaki jangkung.
"Hei, santai saja, Mark. Dia ini anak kelas satu dan belum mendapat kursi. Lagipula bilik kita masih cukup luas untuk tiga orang, kurasa."
Haechan merasakan bulu kuduknya berdiri mendapat tatapan tajam dari laki-laki yang dipanggil Mark itu. Ia kira orang-orang Gryffindor ramah semua. Ternyata tidak juga. "Ha-halo! Perkenalkan aku Lee Haechan. Salam kenal."
"Astaga! Aku bahkan belum berkenalan juga denganmu. Hai, Haechan. Aku Johnny. Johnny Seo," ucap si lelaki jangkung yang diakhiri dengan satu tangannya terangkat.
Haechan buru-buru membalas jabatan tangan itu. Lalu matanya beralih ke lelaki satunya, harusnya namanya Mark sih.
"Mark. Mark Jung."
"Yaampun, tetap dingin seperti biasa. Kadang aku bertanya-tanya kenapa dulu kau dipilih Sorting Hat menjadi Gryffindor. Kukira kau lebih cocok jika masuk Sly-"
"Tidak akan. Menjijikkan sekali jika harus menjadi bagian dari asrama busuk itu."
Mendadak Haechan merasa tersinggung. Ia memang belum tahu akan masuk asrama apa, tetapi sebagian besar keluarganya adalah Slytherin. Ya, Haechan berasal dari keluarga penyihir. Pureblood. Dan Haechan pikir tidak semua Slytherin itu seperti Voldemort atau penjahat-penjahat lain. Ada Horace Slughorn dan Severus Snape. Haechan hanya bisa menggigit bibir dalamnya. Ia takut membuat masalah dengan senior hanya karena perbedaan pendapat pribadi. Apalagi dia masih murid tahun pertama.
Setelah itu bilik mereka hanya berisi percakapan singkat antara Johnny dan Haechan, Mark enggan bergabung dan lebih memilih menatap pemandangan yang dilewati kereta itu.
.
"Hati-hati, Haechan! Kalau bingung pilih Gryffindor saja!"
Johnny melambaikan tangannya lebar-lebar ketika mereka bertiga sudah turun dari kereta. Haechan balas melambai sebisanya selagi dirinya ditarik seseorang. Begitu turun tadi, Haechan langsung ditarik murid kelas satu lain yang Johnny tidak tahu siapa. Tetapi Mark yang melihat itu hanya mendengus keras. Ia sudah menebak kalau Haechan pasti punya hubungan dengan keluarga kurang ajar itu. ‘Pureblood sampah. Lee sampah’, cacinya dalam hati.
.
Haechan yang ditarik-tarik Druig mengaduh kesakitan tatkala pundaknya menabrak orang-orang. "Druig, berhenti!"
Akhirnya mereka berhenti. Di area peron yang tidak terlalu banyak siswa. Di area yang dipenuhi lebih banyak Slytherin.
"Kau ini apa-apaan, Haechan! Buat apa bergaul dengan manusia-manusia lumpur begitu!? Dan kenapa tidak satu bilik denganku saja?!"
Haechan menghela napas. Sebenarnya dia tidak benar-benar sendirian di kereta tadi. Ada saudara-saudara sepupunya yang bergerombol di gerbong Slytherin. Tetapi Haechan jarang sekali merasa cocok mengobrol dengan mereka. Manusia-manusia itu hanya membicarakan betapa rendahnya mudblood, muggles, dan sebagainya. Pertemuan keluarga sudah cukup bagi Haechan untuk terpaksa berbicara dengan mereka. "Aku bingung gerbong kalian ada dimana," jawab Haechan sekenanya.
"Hah!," Druig terkekeh, "kau ini kenapa selalu pemalu sih. Sudahlah, ayo ke kastil bersama."
.
Perjalanan murid tahun pertama melewati danau dengan perahu kecil terasa menakjubkan bagi Haechan. Lentera-lentera yang menerangi gelapnya danau yang luas itu seperti sedang menghangatkan hatinya. Ia tertawa bersama murid-murid seangkatannya yang lain. Dari cahaya lentera, ia bisa melihat sedikit yang ada di bawah danau ini. Belum apa-apa, ia sudah terlanjur menikmati Hogwarts. 'Aku tidak sabar!'
Begitu pintu dibuka dan murid-murid tahun pertama memasuki aula, sorakan dan tepuk tangan terdengar di udara. Barisan murid itu kemudian berdiri dengan rapi di ruang depan. Selanjutnya Sang Kepala Sekolah mulai membacakan pidatonya yang mendorong semangat. Para murid tahun pertama tertawa, terkikik, dan tersenyum. Tak terkecuali Haechan. Ia tidak sabar mendengar Sorting Hat meneriakkan nama asramanya nanti.
Penentuan asrama pun dimulai. Para murid tadi dipanggil satu per satu. Ada yang berseru kegirangan setelah Sorting Hat menyebutkan asramanya, ada juga sedikit yang terlihat lesu. Haechan melihat ke sekitarnya. Gilirannya sebentar lagi! Ia tanpa sadar menggenggam tangannya sendiri lalu satu tangannya naik ke mulut dan giginya tahu-tahu sudah menggigit kecil jari telunjuknya.
"Huang Renjun!"
Haechan menoleh ke sampingnya. Renjun. Tadi sesaat sebelum menaiki perahu kecil menyeberangi danau, Haechan berhasil mengelak dari Druig dan entah kenapa bertemu dengan lelaki Huang itu. Renjun terlihat cukup ramah dan cerdas, sepertinya laki-laki itu akan masuk Ravenclaw, pikir Haechan.
"Ravenclaw!"
Sorakan dan tepuk tangan kembali memenuhi aula. Kali ini berasal dari meja nomor tiga dari kiri. Meja Ravenclaw. Haechan tersenyum melihat Renjun disambut dengan baik di meja itu. Baru saja ia akan menarik napas-
"Lee Haechan!"
Ia sedikit terperanjat. Dengan dua tangan terkepal erat di kedua sisi tubuhnya, Haechan melangkah maju. Ketika bersiap duduk di kursi penentuan, Haechan dapat melihat Druig yang melambaikan tangan dengan terlalu bersemangat padanya. Sepupunya itu sudah dengan nyaman berbaur dengan asrama hijau.
"Hmmm."
Haechan menegakkan punggungnya. Jari-jarinya semakin terkepal erat di samping pahanya. Astaga, aku harus bagaimana, apa yang harus aku pikirkan, aku-
"Kau punya potensi, anak muda. Kau bisa memilih antara Ravenclaw atau Slytherin. Tapi.. aku melihat kegigihan dan kepedulian yang tinggi dalam dirimu. Mungkin Hufflepuff?"
Lee Haechan tampaknya sedang memejamkan mata sembari merapal kata-kata lirih dari mulutnya. "Kumohon Slytherin, kumohon Slytherin."
Bukan karena apa, tetapi jauh di lubuk hatinya, Haechan tahu bahwa kepribadiannya yang sekarang sangat cocok untuk berada di asrama hijau itu. Selain itu hampir tidak ada keluarganya yang menjadi anggota selain asrama Slytherin. Akan jadi apa dia kalau masuk asrama lain?
Walaupun akan ada Druig dan sepupunya yang lain yang cukup menyebalkan, tapi Haechan percaya ia akan menemukan satu dua teman Slytherin yang menyenangkan dan seru.
"Ah, rupanya kau sudah memutuskan, anak muda. Lee Haechan...Slytherin!!"
.
.
.
To be continued...
